Kamis, 14 Februari 2013

Konflik Bisnis Industri Minyak Kelapa Sawit


Berhubung sedang sibuk menggarap tesis tapi sayang kalau blog ditelantarkan, sy share tulisan ujian akhir salah satu mata kuliah yang saya ambil semester kemarin..

Enjoy..semoga bermanfaat ^^


KONFLIK BISNIS MINYAK KELAPA SAWIT DAN ALTERNATIF SOLUSINYA

I. Pendahuluan

Saat ini permintaan minyak kelapa sawit di dunia terus mengalami peningkatan. Hal tersebut ditandai dengan naiknya total volume perdagangan minyak nabati dunia yang mencapai angka 160 juta ton pada tahun 2008, dimana 30% diantaranya berasal dari minyak kelapa sawit (Syaukat, 2010). Tingginya permintaan ini, salah satunya disebabkan karena banyaknya produk turunan yang dapat dihasilkan dengan menggunakan bahan baku kelapa sawit seperti minyak goreng, margarin, sabun, es krim, cat, shampo, dan produk lainnya. Selain beragamnya hasil produk turunan tersebut, minyak kelapa sawit memiliki potensi yang tidak kalah penting bagi manusia. Di saat krisis energi yang diramalkan akan terjadi dalam waktu 30 tahun ke depan karena habisnya minyak bumi, minyak kelapa sawit diproyeksikan akan menjadi sumber energi alternatif terbarukan yang akan menggantikan minyak bumi dan batubara.

Telah diakui di dunia internasional bahwa produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia adalah Malaysia dan Indonesia. Saat ini Indonesia dan Malaysia menghasilkan 83% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia dan menguasai 89% ekspor global (Syaukat, 2010) dan menurut data pada tahun 2007 diketahui bahwa produksi minyak kelapa sawit Indonesia telah melampaui produksi Malaysia. Namun, dengan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya, saat ini pengembangan industri minyak kelapa sawit Indonesia telah menimbulkan kontroversi di masyarakat lokal maupun internasional. Di satu pihak, industri minyak kelapa sawit selain dapat memenuhi kebutuhan manusia juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat lokal dan negara, namun di lain pihak pengembangan industri ini juga menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak dapat diabaikan. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai konflik dan isu-isu yang mengemuka tentang bisnis kelapa sawit di level nasional maupun internasional serta alternatif solusi dalam penyelesaian konflik tersebut.

II. Konflik Bisnis Minyak Kelapa Sawit

Pada awalnya, konflik atau isu-isu yang muncul tentang bisnis minyak kelapa sawit bukanlah isu mengenai lingkungan. Produktivitas produksi minyak kelapa sawit yang tinggi dikhawatirkan akan menggeser konsumsi minyak nabati lainnya seperti minyak jagung atau minyak kedelai. Oleh karena itu para produsen minyak nabati melakukan kampanye negatif terhadap indutsri minyak kelapa sawit sebagai strategi penjualan atau perang dagang. Isu pertama yang dikemukakan yaitu bahwa konsumsi minyak kelapa sawit tidak baik untuk kesehatan karena dapat meningkatkan resiko penyakit jantung. Namun, pada kenyataannya isu ini tidak menghasilkan output yang diharapkan oleh para produsen minyak nabati lain (minyak jagung dan minyak kedelai) sehingga mulailah muncul dan mengemuka isu-isu lain terutama yang berkaitan dengan lingkungan dan menyebabkan bisnis ini menjadi bisnis yang kontroversial dan menimbulkan pro-kontra di dunia. 

Berikut ini adalah konflik dan isu yang berkembang terkait dengan bisnis minyak kelapa sawit baik di dalam negeri maupun di dunia internasional :

1. Kerusakan Hutan

Penanaman kelapa sawit menimbulkan krisis air. Tanaman kelapa sawit diketahui menyerap banyak air tanah. Menurut penelitian yang dilakukan Universitas Riau, diketahui bahwa satu batang kelapa sawit menyerap 12 L air/hari atau 360 L/bulan. Jika jarak tanam sawit 9 x 9 m2, dan di dalam 1 Ha lahan terdapat sekitar 143 batang maka untuk 1Ha lahan jumlah air tanah yang diserap dapat mencapai 51.480 L. Oleh karena itu, lahan yang telah ditanami kelapa sawit biasanya tidak dapat ditanami lagi dengan jenis tanaman lain. Tanah bekas penanaman sawit akan mengalami kerusakan karena kandungan air dan unsur hara sudah tidak berimbang lagi.

2. Degradasi Hutan Alami

Laju deforestasi hutan alami di Indonesia sangat tinggi. Menurut data Greenpeace, laju deforestasi hutan di Indonesia adalah yang tercepat di dunia yaitu sekitar 3.8 juta Ha per tahun atau sekitar 7.2 Ha per menit. Sebagian besar konversi hutan alami yang terjadi di Indonesia adalah perubahan hutan menjadi hutan tanaman industri, perkebunan (sebagian besar kelapa sawit), pemukiman, serta penggunaan non-hutan lainnya. 

3. Pembukaan Hutan Alami dengan Cara Tebang-Bakar (slash and burn)

Pembukaan hutan alami dengan cara tebang-bakar di Indonesia menimbulkan dampak luas yang tidak hanya dirasakan oleh penduduk Indonesia sendiri tetapi juga penduduk negara-negara lain. Selain resiko kesehatan yang dihadapi masyarakat Indonesia maupun negara tetangga karena asap yang ditimbulkan, kebakaran hutan juga menghasilkan gas CO2 dan metana yang mempengaruhi greenhouse gas levels dan berakibat pada perubahan iklim global. Glover and Jessup (1999) dalam Syaukat (2010) juga melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah menimbulkan kerugian (biaya) total sebesar US$ 4.47 milyar.

4. Menurunkan Keanekaragaman Hayati  mengancam spesies endemik

Pembukaan hutan alami sudah pasti akan mengancam dan mempengaruhi kehidupan seluruh spesies yang hidup di sana. Bukan hanya spesies-spesies tanaman, satwa liar yang habitatnya berada di hutan alami akan terancam punah. Hal ini tentu akan menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan mengancam kelestarian spesies endemik. Sebagai contoh kasus, terjadi penurunan jumlah orang utan di Sumatra dalam 15 tahun terakhir hingga 5000 ekor/tahunnya. Ironisnya, orang utan yang memang habitat alaminya di dalam hutan dianggap sebagai hama dalam perkebunan kelapa sawit. Satu kepala orang utan dihargai 500.000 ribu sampai 1 juta rupiah oleh perusahaan kelapa sawit (Anonim, 2011). 

5. Pencemaran Lingkungan

Penggunaan bahan-bahan kimia di perkebunan kelapa sawit dan pembuangan limbah pengolahan kelapa sawit ke sungai-sungai terdekat, telah mencemari lahan dan air, erosi lahan dan sedimentasi di sungai-sungai, mematikan ikan dan kehidupan sungai lainnya,  menimbulkan berbagai penyakit bagi manusia, dan mengancam kesinambungan perekonomian lokal.

6. Emisi Gas Rumah Kaca

Beberapa ilmuwab dan LSM peduli lingkungan berpendapat bahwa pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut (peatland) dianggap berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan, termasuk 4% emisi gas rumah kaca dunia dan 8% dari emisi global yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fossil. Seperti diketahui, lahan gambut menyimpan karbon dalam jumlah besar yang akan dikeluarkan ketika hutan ditebang dan dikeringkan untuk ditanami kelapa sawit.

7. Konflik Lahan

Pengembangan kelapa sawit juga menyebabkan terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Salah satu konflik yang paling seirng muncul adalah konflik mengenai kepemilikan lahan. Sering kali pengalihan hak milik tanah dari masyarakat lokal kepada perusahaan kelapa sawit berujung pada perselisihan, karena kesepakatan yang dibuat selalu lebih menguntungkan perusahaan dibanding dengan masyarakat lokal. Contoh kasus Mesuji.

8. Konflik Tenaga Kerja

Bisnis perkebunan kelapa sawit tidak menyerap banyak tenaga kerja. Untuk menjaga lahan sawit seluas 2 Ha cukup diperlukan 1-2 orang petani sawit. Secara nasional dari 8 juta Ha lahan sawit di Indonesia, hanya mampu menyerap 4 juta tenaga kerja. Hal itu berarti secara rata-rata setiap 2 Ha lahan sawir yang dibuka hanya mampu menyerap 1 tenaga kerja saja.

9. Konflik Sosial dengan Petani Lokal

Konflik dengan petani lokal pun juga terjadi terkait dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Sistem Perkebunan Inti Rakyat atau PIR untuk memberdayakan petani lokal juga tidak menguntungkan petani sepenuhnya. Kesepakatan baik pemanfaatan lahan, biaya operasional ataupun harga jual kelapa sawit ternyata tidak sesuai dengan perjanjian yang dilakukan bersama. 

10. Minyak Kelapa Sawit Indonesia Diboikot di Luar Negeri

Sejak tanggal 28 Januari 2012 lalu, eskpor produk kelapa sawit asal Indonesia ditolak masuk ke Amerika Serikat karena dianggap tidak ramah lingkungan. Keputusan pemerintah Amerika Serikat tersebut didasari oleh pengaduan yang diajukan EPA (Environmental Protection Agency), lembaga yang berwenang dalam persoalan lingkungan. Pemboikotan ini tentunya berdampak pada turunnya harga dan daya saing minyak kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.

11. Penguasaan Industri Minyak Kelapa Sawit Indonesia oleh Pihak Asing

Berdasarkan data yang dikeluarkan Walhi, diketahui bahwa pada saat ini 50% lahan sawit Indonesia telah dikuasai pihak asing, dengan Malaysia sebagai pemilik mayoritas (sebesar 26 %). Dengan dukungan modal yang kuat serta teknologi yang lebih canggih, banyak perusahaan sawit Indonesia yang kalah saing. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keuntungan industri minyak kelapa sawit banyak dinikmati oleh pihak asing

III. Alternatif Solusi Bisnis Minyak Kelapa Sawit

Berikut ini adalah alternatif solusi untuk menghadapi konflik dan permasalahan yang ada dalam bisnis minyak kelapa sawit. 
Pertama, sebagai respon terbaik terhadap masalah lingkungan adalah dengan melarang (tidak melakukan) konversi hutan alam (hutan primer) untuk pengembangan tanaman kelapa sawit. 

Kedua, pengembangan kebun kelapa sawit justru akan  menimbulkan manfaat secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan apabila hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan hutan yang rusak yang selama ini hanya ditumbuhi alang-alang sehingga sangat berisiko menimbulkan bahaya kebakaran hutan. 

Ketiga, pengembangan kebun kelapa sawit seharusnya juga dilakukan pada lahan-lahan kebun yang sudah ada (untuk tujuan replanting) atau pada lahan-lahan gundul dan kritis (degraded land). 

Keempat, metode tebang-bakar dalam pengembangan kelapa sawit juga perlu ditinggalkan dan digantikan dengan  zero burning replanting method.  Dengan demikian kebakaran hutan yang berpotensi menimbulkan masalah asap juga dapat dihindari. 

Kelima, mengurangi penggunaan pestisida secara berlebihan. Untuk mengurangi penggunaan bahan kimia tersebut, petani (perusahaan) dianjurkan untuk beralih kepada metode kontrol biologis (biological control), seperti penggunaan musuh alami (natural enemy) untuk mengontrol serangga atau hama tertentu.  

Keenam, menerapkan prinsip-prinsip RSPO (Roundtable Sustainabiliy Palm Oil) untuk pengembangan industri kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Pedoman RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yaitu memproduksi minyak sawit secara berkelanjutan yang meliputi pengelolaan dan operasi yang legal, layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan, dan bermanfaat secara sosial. 

Berikut ini prinsip dan kriteria RSPO yang harus dipatuhi :
• Komitmen terhadap transparansi;
• Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku;
• Pengelolaan perencanaan yang bertujuan untuk mencapai kelayakan finansial dan ekonomis 
  jangka panjang;
• Penggunaan tata kelola terbaik oleh perusahaan dan pabrik; 
  Yang dimaksud tata kelola disini adalah sebagai berikut :
  a. Praktek-praktek mempertahankan kesuburan tanah
  b. Meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah
  c. Mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah
  d. Penggunaan teknik pemberantasan hama terpadu secara tepat
  e. Bahan kimia pertanian digunakan dengan cara-cara tidak membahayakan kesehatan dan 
     lingkungan atau jika ada penggunaan bahan pertanian yang dikategorikan tipe 1A atau 1B 
     menurut WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan 
     Rotterdam maka perlu dilakuka upaya untuk identifikasi bahan alternatif
• Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati;
• Pertimbangan tanggung jawab terhadap pekerja dan perorangan serta masyarakat terkena 
  dampak oleh perusahaan dan pabrik;
• Tanggung jawab pembangunan penanaman baru;
• Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus dalam semua bidang aktifitas.

Ketujuh, melakukan pemberdayaan masyarakat melalui kerjasama kemitraan (penyertaan petani lokal sebagai petani plasma) sehingga AMSS membantu pemerintah dalam meingkatkan taraf hidup masyarakat setempat. 

Kedelapan, mengembangkan sistem Clean Development Mechanism (CDM) yaitu dengan memanfaatkan gas methane dari limbah minyak kelapa sawit serta menggunakan cangkang sebagai bahan bakar untuk menggantikan bahan bakar dari sumber alam sehingga green house gas emission dapat dikurangi.

Kesembilan, untuk meningkatkan keahlian petani lokal dalam budidaya kelapa sawit serta teknologi pasca panen yang ramah lingkungan, maka perusahaan kelapa sawit hendaknya mendirikan pusat-pusat fasilitas asistensi untuk petani dan masyarakat.

Kesepuluh, melakukan CSR (Corporate Social Responsibility) untuk membina hubungan sosial dengan masyarakat yaitu dengan mendirikan klinik, memberikan pengobatan gratis bagi masyarakat kurang mampu, mendirikan rumah ibadah, mendirikan sekolah, memberikan beasiswa, dan menjual minyak goreng dengan harga subsidi pada masyarakat setempat.

Kesebelas, dalam prinsip RSPO mengenai tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumberdaya hayati dan keanekaragaman hayati terdapat kriteria 5.2 yang berisi mengenai komitmen perusahaan kelapa sawit anggota RSPO terhadap spesies-spesies langka, terancam, hampir punah, dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajemen.
Jika terdapat spesies langka atau terancam, atau habitat dengan nilai konservasi tinggi, maka langkah-langkah perencanaan manajemen dan operasi yang benar harus mencakup:
• Memastikan bahwa seluruh persyaratan hukum yang terkait dengan perlindungan spesies atau 
  habitat tersebut di atas dipenuhi
• Menghindari kehancuran dan kerusakan atas habitat-habitat terkait
• Mengontrol setiap kegiatan perburuan, penangkapan ikan atau pemanenan ilegal atau tidak 
  benar dan mengembangkan upaya-upaya yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik 
  antara manusia dan satwa liar (misalnya serbuan hewan liar ke wilayah pemukiman)



Daftar Pustaka
Kampanye Negatif Kelapa Sawit Indonesia. Warta Ekspor Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, DJPEN/MJL/002/06/2011 Edisi Juni.
Naskah Kebijakan (Policy Paper) Kebijakan dan Strategi Dalam Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan (2010). Direktorat Pangan dan Pertanian Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BAPPENAS.
Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan Naskah Final untuk Kelompok Kerja Kriteria RSPO, Maret 2006.
Syaukat, Y. 2010. Menciptakan Daya Saing Ekonomi dan Lingkungan Industri Kelapa Sawit Indonesia. Agrimedia Vol. 5 No.1.


Senin, 04 Februari 2013

3Lestari Concert

Wuhuuuuiii..senangnya sudah nonton konser 3Lestari.


Mantaap..very classy with high quality voice.
Ituuu suaranya tompi-glenn-shandy beli dimana siiiih ??
Konser malem itu, sukses dan berjalan lancar tanpa ada insiden.
Keliatan lebih profesional setelah kepanitian di-take over sm Trans.
Katanya ini konsep konser 3Lestari terbaru. Konsep semi-musikal.
Panggungnya ala-ala broadway gituu.
Band pengiringnya..dua jempoooool !!!
Psssttt..i'm in love with the saxophonist..hihihi
Woiya congrats for the girl who had just turned into twenty haha..
udah salaman sama Glenn Fredly..


<3 <3 <3