Rabu, 26 Desember 2012

POTENSI BISNIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

POTENSI BISNIS KEANEKARAGAMAN HAYATI : UMBI TAKA

I. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Manusia membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk melakukan segala aktivitas dalam hidupnya. Karbohidrat adalah salah satu komponen nutrien penghasil energi bagi tubuh, satu gram karbohidrat memiliki nilai energi sebanyak empat kalori. Sebagian besar penduduk Indonesia memenuhi kebutuhan karbohidratnya dari beras. Beras merupakan panganan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia. Kebutuhan beras di Indonesia kini semakin tinggi, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kemendagri, jumlah penduduk Indonesia per Desember 2010 mencapai 259.940.857 jiwa, artinya jika rata-rata konsumsi beras sebanyak 316 gram per kapita per hari maka jumlah beras yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah 2,7-2,8 juta ton per bulan. Pada kenyataannya, produksi beras di Indonesia belum bisa mengimbangi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah melakukan impor beras dari negara-negara lain di Asia yaitu Vietnam, Thailand, dan China. Jumlah impor beras Indonesia bukan angka yang kecil, pada Januari hingga November 2011, total beras impor yang masuk ke Indonesia mencapai 2,5 juta ton (Hida, 2012).

Selain beras, tepung terigu juga merupakan salah satu sumber karbohidrat yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Saat ini, tepung terigu merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam membuat roti, mie, dan kue oleh penduduk Indonesia. Jumlah konsumsi tepung terigu di Indonesia menurut data APTINDO (Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia) mencapai 1,22 juta ton pada kuartal I-2012. Sama halnya seperti beras, sebagian besar kebutuhan tepung terigu dalam negeri masih diimpor dari negara lain. Menurut data APUPL (Asosiasi Pelaku Usaha Pangan Lokal), saat ini impor tepung terigu sudah mencapai 7,1 juta ton per tahun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun lalu yaitu 6,7 ton per tahun. Untuk mengatasi permasalahan ini, sebenarnya pemerintah telah berupaya mengeluarkan program-program ketahanan pangan untuk mengurangi ketergantungan sumber pangan dari luar negeri, misalnya dengan program penurunan konsumsi beras (“Two Days No Rice”) atau dengan diversifikasi pangan.

Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi, sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk melakukan diversifikasi pangan. Masih banyak tanaman lain yang dapat dijadikan sebagai sumber karbohidrat dan pengganti tepung terigu karena kandungan karbohidratnya tinggi serta karakteristiknya mirip dengan tepung terigu, misalnya umbi-umbian. Salah satu jenis umbi-umbian yang memiliki potensi tinggi sebagai pengganti beras atau tepung terigu adalah Tacca leontopetaloides atau umbi Taka. Dalam tulisan ini selanjutnya akan dibahas mengenai profil dan karakteristik tumbuh umbi Taka serta prospek budidaya dan bisnis umbi Taka.


II. Tacca leontopetaloides

a. Taksonomi
Tacca leontopetaloides merupakan tumbuhan herba berbunga dan memiliki umbi. Berikut ini adalah taksonominya :
Kingdom       : Plantae
Filum           : Tracheophyta
Kelas           : Liliopsidae
Ordo           : Liliales
Famili  : Dioscoreaceae 
Genus  : Tacca
Spesies  : T. leontopetaloides (L.) Kuntze, 1891 

Tacca leontopetaloides memiliki banyak sinonim. Di Indonesia sendiri ada beberapa sebutan yang diberikan pada tumbuhan ini. Secara umum nama Indonesia dari Tacca leontopetaloides adalah umbi Taka. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, umbi Taka dikenal dengan nama Kecondang. Penduduk Jawa Barat, khususnya di daerah Garut, menyebutnya dengan Jalawure. Di Sumatra, Tacca leontopetaloides disebut dengan Taka Laut. Di luar negeri ada beberapa nama yang digunakan untuk tumbuhan ini. Daerah Polinesia dan Afrika menyebutnya dengan Arrowroot, sedangkan daerah lain menyebutnya dengan Sea shore bat lily. Di Filipina disebut dengan Yabyaban dan di Madagaskar disebut dengan Kabitsa.

b. Karakteristik

Tacca leontopetaloides merupakan herba tegak dengan tinggi antara 1,5 – 2,0 m, tidak berkayu dan tidak bercabang. Tumbuhan ini berakar serabut dan memiliki umbi yang berbentuk bulat agak melebar, kulit umbinya tipis dan halus (Gambar 1). Kulit ini berwarna putih pada yang muda, dan akan berubah menjadi abu-abu tua kecokelatan. Daunnya berpelepah (melekat pada batang), berwarna hijau muda berbintik putih kehijauan atau ungu kehitaman. Helaian daun bentuknya agak membundar (bundar telur) dan susunannya membentuk segi lima. 


Gambar 1. Umbi Taka

Reproduksinya dapat secara secara vegetatif (dengan menggunakan umbi) atau reproduktif (dengan menggunakan biji). Perbungaan menyerupai payung dengan jumlah bunga 20-40 buah. Brateanya berwarna hitam legam atau kecokelatan. Bunganya berwarna kekuningan sampai kehijauan. Buahnya agak membulat dan berwarna kuning jingga muda. Bijinya berbentuk pipih membundar dan berwarna kuning kecokelatan. Berikut ini gambar tumbuhan Tacca leontopetaloides :


   
Gambar 2. Tacca leontopetaloides

c. Habitat

Habitat alami umbi Taka adalah di wilayah pesisir tropis. Umbi Taka sering kali ditemukan dalam kelompok kecil di tipe vegetasi pantai dengan ketinggian di bawah 200 m alt. Namun, menurut penelitian, umbi Taka juga pernah ditemui hingga ketinggian 1.100 m alt. Tumbuhan ini tumbuh liar di tepi pantai, padang rumput, padang alang-alang, dan savana yang lokasinya terbuka dan terkena sinar matahari penuh. Umbi Taka jarang sekali ditemukan di lokasi yang sangat teduh atau di hutan primer. Di pantai, tumbuhan ini sering kali ditemukan berasosiasi dengan jenis-jenis cemara, Pandanus, Scaveola, Baringtonia, dan Eucalyptus. Karena hidupnya di dekat laut maka biasanya bijinya disebarkan melalui air laut. Selain melalui air laut, menurut penelitian, agen penyebaran umbi Taka juga dapat juga dilakukan oleh burung (Zosterops masii), karena burung ini memakan buah Taka.

d. Distribusi

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan daerah tropis. Sebenarnya asal usul jenis ini tidak diketahui dengan pasti, namun kemungkinannya berasal dari Malesia alasannya karena di daerah ini ditemukan variasi jenis lain yang berada dalam marga yang sama. Distribusi atau penyebaran tumbuhan ini meliputi wilayah tropis Asia, Australia, Afrika, dan Osenasea. Tumbuhan ini tumbuh liar atau kadang-kadang dibudidayakan mulai dari bagian barat Afrika, India, lalu Asia Tenggara, sampai ke bagian timur kepulauan Pasifik. Di Indonesia, umbi Taka ditemui tumbuh liar di seluruh wilayah pesisir Indonesia, misalnya di daerah pesisir Garut Selatan dan di Kep. Karimunjawa.


III. Potensi

Pada dasarnya semua bagian tubuh Tacca leontopetaloides dapat dimanfaatkan. Banyak tulisan yang menyebutkan bahwa, tumbuhan ini telah dimanfaatkan secara tradisional sejak lama oleh penduduk lokal. Di Indonesia, khususnya di daerah Kampung Cigadog, Garut, Jawa Barat, umbi Taka telah dimanfaatkan sebagai pangan alternatif pengganti beras serta sebagai bahan dasar pembuatan kue. Biasanya umbi Taka dibuat tepung, kemudian tepungnya digunakan sebagai bahan baku kue basah maupun kue kering. Pembuatan kue dengan bahan dasar umbi ini biasanya dilakukan untuk acara-acara tertentu misalnya hajatan atau pada saat hari raya. Di luar negeri, selain dimanfaatkan sebagai panganan, Tacca leontopetaloides juga banyak dimanfaatkan sebagai obat, pestisida, dan barang-barang kebutuhan lainnya secara tradisional oleh penduduk. Berikut ini adalah potensi yang dimiliki oleh Tacca leontopetaloides yang telah dimanfaatkan secara tradisional maupun berdasarkan penelitian :

a. Umbi

Umbi Taka adalah bagian tubuh yang paling banyak dimanfaatkan. Bagian umbinya mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga sering dimanfaatkan sebagai panganan alternatif. Secara tradisional, umbinya sering dibuat menjadi tepung dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue. Di daerah Polinesia, umbi Taka merupakan sumber karbohidrat utama bagi masyarakat. Di Tahiti, tepung umbi Taka dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan panganan yang disebut ‘poi’, sedangkan di Hawai tepung umbi taka dibuat menjadi ‘haupia’ yang merupakan campuran tepung umbi, santan, dan gula tebu (Ukpabi et al., 2009). Walaupun dapat dimanfaatkan sebagai makanan, namun umbi Taka tidak dapat dimakan secara langsung, perlu dilakukan beberapa perlakuan sebelum mengkonsumsinya. Kulit umbinya mengandung racun dan rasanya pahit sehingga sebelum digunakan, biasanya umbi dicuci bersih, dikupas, kemudian dimasak atau dibuat tepung. Di Nigeria, air bekas cucian umbi biasanya dimanfaatkan sebagai deterjen (Borokini dan Ayodele, 2012).

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa kandungan karbohidrat dalam umbi Taka dan tepung Taka memang tinggi sehingga banyak dimanfaatkan sebagai panganan pokok. Jika dibandingkan dengan tepung terigu, kandungan karbohidrat umbi Taka dan tepung Taka lebih tinggi. Walaupun memang, kandungan lemak dan proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu. Namun, kelebihan lain tepung Taka yaitu, tepung Taka diketahui mengandung vitamin C. Berikut ini adalah tabel perbandingan kandungan nutrisi umbi Taka, tepung Taka, dan tepung terigu per 100 gram.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Umbi Taka, Tepung Taka, dan tepung terigu per 100 gram


BKP Kab. Garut dan Prawiranegara (1989) dalam  Azizah (2009)

Kandungan pati atau karbohidrat yang tinggi memungkinkan umbi Taka dapat dimanfaatkan untuk pembuatan alkohol dengan cara fermentasi, sehingga umbi Taka juga berpeluang sebagai sumber bahan bakar alternatif. Di daerah Polinesia, kandungan kanji atau starch pada umbi Taka juga dimanfaatkan sebagai bahan pengeras untuk kain. Menurut penelitian yang dilakukan Attama dan Adikwu (1999), kandungan starch dalam umbi ini juga berpotensi menjadi bahan campuran dalam pembuatan lem (bioadhesive) karena memiliki daya rekat yang cukup kuat.

Selain dimanfaatkan sebagai makanan dan bahan lainnya, umbi Taka juga telah dimanfaatkan secara tradisional oleh penduduk lokal sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Di Polinesia, sejak dulu, tepung Taka telah dimanfaatkan sebagai obat disentri. Begitu pula di Hawai, tepung taka juga dimanfaatkan sebagai obat penyakit perut seperti diare dan disentri. Campuran tepung taka dengan tanah liat merah yang dicampur air juga digunakan masyarakat untuk menghentikan luka (Ukpabi et al., 2009). Di negara bagian Plateu, Nigeria, bagian akar Tacca leontopetaloides atau umbinya juga dimanfaatkan untuk mengobati luka gigitan ular (Borokini dan Ayodele, 2012).

b. Daun, Tangkai Daun, Bunga, dan Buah

Bagian daun umbi taka di Indonesia, khususnya oleh masyarakat pesisir biasanya dikonsumsi sebagai sayuran. Di Ivory Coast, penduduk merebus daunnya dan meminum air rebusannya sebagai obat untuk mengobati penyakit elephantiasis atau kaki gajah dan oedema, yaitu penyakit penebalan jaringan kulit akibat adanya cairan (Borokini dan Ayodele, 2012). Daun dan tangkai daunnya mengandung serat yang cukup tinggi sehingga sering dimanfaatkan oleh penduduk sebagai bahan dasar anyaman topi atau senar pancing. Di Nigeria, seluruh bagian tubuh tumbuhan ini juga diketahui digunakan dalam upacara adat atau kegiatan sembahyang (Borokini dan Ayodele, 2012). Bunga Tacca leontopetaloides dapat digunakan sebagai obat untuk mengobati luka akibat gigitan ular dengan cara digosokkan pada bagian luka sedangkan buahnya dapat dimakan.

c. Metabolit Sekunder 

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, telah diketahui bahwa Tacca leontopetaloides sudah digunakan sejak lama oleh masyarakat sebagai obat tradisional, namun penelitian terkait dengan kandungan senyawa kimianya masih sangat terbatas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bagian daun, batang, dan umbinya mengandung beberapa senyawa kimia yang dikenal sebagai senyawa metabolit sekunder. Senyawa tersebut diantaranya adalah flavonoid dan alkaloid. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ukpabi et al. (2009) diketahui bahwa bagian umbi Tacca leontopetaloides mengandung senyawa glikosida flavonoid yang bernama Taccalin. Jumlah ekstrak crude flavonoid yang terkandung dalam umbi Taka yang segar adalah 3,15 % sedangkan pada umbi yang telah disimpan beberapa waktu adalah 3,58 %. Fenolik taccalin (3,5,7,4-tetrahidroksi flavylum 3-silosdia) adalah senyawa yang membuat umbi taka berubah warna menjadi kecokelatan setelah didiamkan beberapa saat karena adanya proses oksidasi. Perubahan warna ini sama seperti yang terjadi pada kentang yang dikupas kulitnya. Senyawa ini pula yang dicurigai berperan dalam penyembuhan penyakit pencernaan (Kay (1987) dalam Ukpabi et al. (2009)). Senyawa ini menghambat pembentukan cairan berlebih di saluran pencernaan yang dapat mengakibatkan diare (Schuier et al. (2005) dalam Ukpabi et al. (2009)). Selain berperan dalam mencegah diare, flavonoid juga telah diketahui secara umum memiliki efek anti-oksidan. 

Selain flavonoid, Tacca leontopetaloides juga mengandung senyawa-senyawa alkaloid, tannin, dan saponin. Secara umum, alkaloid telah diketahui berperan sebagai therapeutic agents dalam pengobatan kanker. Begitu pula dengan tannin dan saponin. Tannin memiliki fungsi anti-mikroba, efek menenangkan, membantu regenerasi kulit, anti-inflamasi, dan fungsi diuertik. Tannin dapat berikatan dengan protein dan karbohidrat sehingga dapat membantu tubuh mencerna kedua makromolekul ini serta mencegah pertumbuhan bakteri. Berdasarkan fungsi-fungsi ini, tannin diketahui digunakan dalam pengobatan varises, haemorrhoid, dan penghentian luka dalam proses circumcision (khitanan) (Borokini dan Ayodele (2012)). 

Saponin adalah senyawa glikosida yang mengandung triterpen dan steroid. Saponin juga diketahui memiliki efek positif pada tubuh manusia. Senyawa ini, memiliki komponen hypotensive dan cardiac depressant, karena diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, saponin juga dapat membantu menurunkan resiko kanker. Saponin dapat memperlambat bahkan menghentikan pertumbuhan sel kanker dengan cara bereaksi dengan kolesterol yang terdapat pada membran sel kanker. Senyawa ini juga berperan sebagai anti-oksidan yang mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas (Ubwa et al. (2011)).

Bagian umbi, daun, dan batang Tacca leontopetaloides berdasarkan penelitian diketahui mengandung senyawa-senyawa ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Borokini dan Ayodele (2012), alkaloid, tanin, dan saponin ditemukan di bagian daun sedangkan di bagian umbi hanya ditemukan senyawa alkaloid. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Ubwa et al. (2011) senyawa saponin ditemukan baik di bagian umbi, daun, maupun batang. Kandungan saponin yang terdapat pada umbi, daun, dan batang Tacca leontopetaloides secara berturut-turut adalah sebagai berikut 35.00, 31.50 and 34.50 mg kg-1.


IV. Budidaya

Di Indonesia, Tacca leontopetaloides belum dibudidayakan. Masyarakat memang sudah lama memanfaatkannya, namun karena ketersediaannya di alam masih berlimpah, belum ada yang berupaya membudidayakannya. Selain itu, masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai petani lebih memilih menanam komoditi yang dianggap bernilai ekonomi tinggi seperti kayu-kayuan, kelapa sawit, kopi, atau coklat. Namun kini, LIPI Pusat Penelitian Biologi sudah mulai melakukan penelitian dan berusaha melakukan domestikasi umbi Taka karena melihat potensinya yang tinggi sebagai sumber karbohidrat.

Sama halnya dengan di Indonesia, di luar negeri pun tumbuhan ini belum dibudidayakan secara massal karena kelimpahannya di alam yang cukup tinggi dan nilai ekonominya yang kalah bersaing dengan jenis tanaman lain. Hanya saja di beberapa daerah, terutama di daerah pesisir, penduduk menanamnya untuk kebutuhan sendiri atau subsisten. Salah satu contohnya adalah di Pulau Marshall  yang terletak di sebelah utara Papua Nugini (Spennemann, 1994).

Pada awalnya penduduk hanya menanam umbi Taka dalam satu lahan, namun akibat pengaruh perekonomian dari luar, maka penduduk mulai menanam umbi Taka bersama kelapa, dan menjadikan kelapa sebagai komoditi utama. Saat ini, belum ada prosedur standar penanaman umbi Taka. Belum diketahui pula karakteristik lahan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan umbi Taka. Oleh karena itu, prosedur budidaya yang disebutkan di dalam tulisan ini mengacu pada prosedur budidaya yang dilakukan secara tradisional oleh penduduk Pulau Marshall. Proses budidaya umbi Taka yang dilakukan oleh penduduk Pulau Marshall melalui beberapa tahapan, dimulai dari persiapan lahan, penanaman, pemanenan, dan pengolahan pasca-panen. Satu siklus penanaman berlangsung selama sekitar delapan bulan.

a. Persiapan Lahan

Pada tahap awal siklus penanaman, biasanya dilakukan pembersihan lahan. Karakteristik lahan yang dipilih disesuaikan dengan habitat asli umbi Taka. Lahan yang dipilih adalah lahan di dataran rendah (> 200 m dpl), karakteristik tanahnya adalah tanah remah, dengan cahaya matahari penuh. Tumbuhan ini tahan terhadap salinitas tinggi sehingga dapat ditanam di daerah pantai. 

Pembersihan lahan dilakukan dengan cara penyiangan kemudian pembakaran. Setelah lahan bersih dari tanaman-tanaman liar lain, kemudian disiapkan beberapa lubang penanaman. Ukuran lubang disesuaikan dengan ukuran bibit umbi. Lubang digali hingga kedalaman 50 mm. Seperti dijelaskan sebelumnya, reproduksi umbi Taka dapat melalui dua cara yaitu reproduksi seksual dengan menggunakan biji dan reproduksi secara vegetatif dengan umbi. Reproduksi vegetatif adalah cara perbanyakan yang paling mudah.

b. Penanaman

Setelah lahan siap, kemudian disiapkan bibit umbi Taka. Bibit umbi yang dipilih biasanya berdiameter 25 mm atau kurang. Dalam satu lubang penanaman diisi satu atau dua umbi. Setelah umbi dimasukkan ke dalam lubang, selanjutnya lubang ditimbun dengan tanah. Pada awal penanaman tidak ada penggunaan pupuk. Penanaman diatur dengan jarak 45 cm dan jarak antar baris sekitar 75-90 cm. 

Umbi Taka dapat tumbuh di segala musim. Belum diketahui kapan waktu penanaman yang paling cocok, namun berdasarkan prosedur budidaya yang dilakukan penduduk Pulau Marshall mereka mulai melakukan penanaman pada saat bulan purnama (Spennemann, 1994). Tidak ada perawatan khusus yang diperlukan selama penanaman, namun penyiangan perlu dilakukan untuk mengurangi kompetisi. Penggunaan pestisida juga tidak terlalu diperlukan karena belum diketahui hama yang mungkin mengganggu pertumbuhan umbi.

c. Pemanenan

Panen dapat dilakukan setelah delapan bulan dari waktu awal penanaman. Ciri tanaman yang sudah dapat dipanen adalah tanaman yang daunnya sudah layu dan mulai meranggas. Proses pemanenan sama seperti pemanenan tanaman umbi-umbian lainnya, yaitu dengan cara digali. Dari satu tanaman umbi Taka dapat menghasilkan 3 kg umbi (Anonim 2, 2012). Penduduk Pulau Marshall, biasanya tidak akan memanen seluruh umbi yang ada. Umbi dari tumbuhan jantan dan umbi yang berukuran kecil akan dibiarkan di dalam tanah, atau dikumpulkan untuk dijadikan sebagai bibit pada siklus penanaman berikutnya.

d. Pasca-panen

Setelah umbi dipanen, umbi hanya dibersihkan dari tanah yang menempel. Jika akan dimasak, umbi akan dikupas kulitnya kemudian dibersihkan. Namun biasanya penduduk lokal mengolah umbi Taka dengan cara dibuat menjadi tepung baru kemudian dimanfaatkan menjadi bubur, kue, atau panganan lainnya. Proses pembuatan tepung umbi Taka sama dengan pembuatan tepung-tepung lainnya yang berasal dari umbi (misalnya tepung tapioka atau tepung sagu). Pembuatan tepung dilakukan melalui beberapa tahapan. Berikut ini adalah skema pembuatan tepung umbi :


Gambar 3. Skema Pembuatan Tepung Umbi Taka

Berdasarkan skema di atas, umbi yang telah dipanen dikupas dan dibersihkan. Selanjutnya, umbi diparut hinggda diperoleh bubur umbi. Bubur umbi kemudian dibilas dengan air, direndam, dan didiamkan selama beberapa saat hingga umbi mengendap. Proses pembilasan dan perendaman dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah umbi mengendap, kemudian air rendaman disaring dengan menggunakan kain. Air hasil perasan ditampung dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering akan diperoleh tepung umbi yang siap diolah.

Pengembangan produksi tepung umbi Taka ini di Indonesia telah mulai dilakukan di Kampung Cigadog, Desa Cikelet, Garut Selatan. Tepung umbi Taka biasanya dimanfaatkan untuk pembuatan kue. Selain kandungan karbohidrat, zat besi, dan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan tepung lainnya (tepung terigu, maizena, dan sagu) (Kunle et al., 2003), tepung umbi Taka juga memiliki tekstur lebih kenyal atau lengket jika dicampur air, rasanya lebih gurih dibandingkan dengan tepung sagu, serta jika diolah menjadi kue akan membuat kue lebih mengembang (Anonim 2, 2012).


V. Analisis Pasar dan Pemasaran

Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya, umbi Taka memiliki potensi untuk dibudidayakan dan memiliki potensi bisnis yang dapat dikembangkan. Walaupun saat ini masyarakat menganggap nilai ekonomi umbi Taka lebih rendah dibandingkan dengan komoditi umbi-umbian lainnya, namun jika umbi Taka diolah menjadi tepung maka akan ada pertambahan nilai. Berikut ini adalah analisis pasar dan pemasaran tepung umbi Taka.

a. Produk yang Dihasilkan

Jenis produk yang dihasilkan : tepung umbi Taka
Karakteristik produk : tepung untuk kue kering, kue basah, roti, dan mie
Keunggulan produk : tepung lebih kenyal dan lengket, rasa lebih gurih

b. Target dan Segmentasi Pasar

Karakteristik konsumen :
•  Pengusaha kue, roti, atau mie
•  Pengusaha catering makanan
•  Ibu-ibu rumah tangga

c. Analisa SWOT

Strength :
•  Tepung lebih kenyal dan lengket
•  Rasa tepung lebih gurih
•  Tepung mengandung vitamin C
•  Kandungan lemak lebih rendah dibandingkan tepung lainnya
•  Dapat digunakan untuk segala jenis kue, roti, dan mie
•  Harga dapat lebih murah dibandingkan dengan tepung lainnya

Weakness :
•  Kandungan protein lebih rendah
•  Teknologi pembuatan tepung sederhana/manual
•  Produktivitas bahan baku masih rendah

Opportunity :
•  Peluang usaha besar
•  Banyak industri kue, roti, dan mie skala rumahan yang membutuhkan bahan baku murah
•  Program pemerintah untuk diversifikasi pangan dan penurunan impor tepung terigu

Threats :
•  Kompetitor banyak (tepung terigu, maizena, tapioka, dan lain-lain)
•  Produk umbi Taka belum banyak diketahui masyarakat

d. Strategi Pemasaran

Pengembangan produk
•  Penambahan variasi ukuran kemasan tepung terigu
•  Pembuatan tepung kue instan berbahan dasar tepung umbi Taka

Kegiatan promosi
•  Iklan melalui internet, selebaran/brosur, media cetak lokal 
•  Produk sampel 
•  Ikut serta dalam pameran dagang/bazar/pasar malam
•  Presentasi penjualan melalui demo masak di lingkungan RT/RW, ibu-ibu PKK, atau kantor


VI. Kesimpulan

Tacca leontopetaloides atau umbi Taka dapat memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dan memiliki peluang usaha yang lebih luas jika umbinya diolah menjadi tepung umbi.








Daftar Pustaka

Anonim 1. 2012. Mentan : Konsumsi Beras Indonesia Terlalu Banyak [Online]. Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/03/m1wj1n-mentan-konsumsi-beras-indonesia-terlalu-banyak. Diakses tanggal 20 Desember 2012.
Anonim 2. 2012. Jalawure, Pengganti Beras yang Rasanya Gurih [Online]. Diakses dari http://adampratamachemical.co.id/. Diakses tanggal 20 Desember 2012.
Attama, AA. dan Adikwu, MU. 1999. Bioadhesive delivery of hydrocholothiazide using tacca starch/SCMC and tacca starch/Carbopols 940 and 941 admixtures. Boll Chim Farm Jul-Aug; 138 (7):343-50.
Azizah T N. 2009. Kajian Pengaruh Substitusi Parsial Tepung Terigu dengan Tepung Daging Sapi dalam Pembuatan Kreker terhadap Kerenyahan dan Sifat Sensori Kreker Selama Penyimpanan [skripsi]. Departemen Tekhnologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Bank Indonesia. 2012. Pola Pembiayaan Usaha Kecil : Pengolahan Tepung Tapioka [Online]. Diakses dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/6CF6DF79-7A5E-4162-9BB1-CB709987FE3C/16058/PengolahanTepungTapioka.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2012.
Borokini, T.I. dan Ayodele, A.E. 2012. Phytochemical Screening of Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze Collected from Four Geographical Locations in Nigeria. International Journal of Modern Botany 2(4): 97-102.
Kunle, O.O., Yakubu, E.I., Emeje, M.O., Shaba, S., dan Kunle, Y.2003. Extraction, Physicochemichal and Compaction Properties of Tacca Starch-a Potential Pharmaceutical Excipient. Starch Vol 55(7): 319-325.
Spennemann, D.H.R. 1994. Traditional Arrowroot Production and Utilization in The Marshall Islands. J. Ethnobiol. 14(2):211-234.
S.T. Ubwa, B.A. Anhwange and J.T. Chia, 2011. Chemical Analysis of Tacca leontopetaloides Peels. American Journal of Food Technology, 6: 932-938.
Ukpabi, U.J., Ukenye, E., dan Olojede, A.O. 2009. Raw Material Potentials of Nigerian Wild Polynesian Arrowroot (Tacca leontopetaloides) Tubers and Starch. Journal of Food Technology. Vol. 7 (4): 135-138.

3 komentar:

  1. Apakah UmbibTacca Mengandung HCN?? Mohon Konfirmasinya.

    BalasHapus
  2. Tulisan anda mensitir data dari Kabupaten Garut, itu adalah data analisa penelitian Taka saya yang ditulis oleh BKP Garut dan tidak mencantumkan sumber pengambilan datanya

    BalasHapus